Cara Kerja Oksigen Sensor Mengontrol Emisi Gas Buang Mobil
Fungsi Oksigen Sensor
Oksigen sensor sudah lebih dari dua puluh tahun digunakan pada dunia otomotif, namun masih banyak pemilik mobil yang tidak mengetahui apakah mobil mereka dilengkapi dengan komponen ini dan apa sebenarnya fungsi dari oksigen sensor ?.Oksigen Sensor |
Banyak orang baru mengetahui bahwa mobil mereka dilengkapi dengan oksigen sensor saat lampu cek engine mereka menyala dan menimbulkan kode DTC yang mengarah kepada komponen tersebut, atau saat kendaraan mereka tidak lolos dari uji emisi gas buang dikarenakan O2 sensor yang rusak.
Jika mesin tidak bekerja dengan baik atau mengkonsumsi bahan bakar terlalu boros beberapa orang akan mengatakan bahwa mereka membutuhkan Oksigen sensor yang baru.
Tapi dalam beberapa kasus , mereka tidak mempunyai petunjuk tentang bagaimana cara menganalisa atau memeriksa komponen kecil yang sedikit misterius tersebut, sehingga sering kali langsung menyalahkan komponen oksigen sensor saat terjadi gangguan pada kerja mesin dan emisi gas buang.
Oksigen sensor berfungsi untuk memonitor campuran bahan bakar agar ECU dapat mengatur perbandingan bahan bakar dan udara pada tingkat yang seefisien mungkin dan emisi gas buang yang serendah mungkin.
Oksigen sensor melakukan hal tersebut dengan cara mendeteksi kandungan oksigen yang tidak terbakar pada gas buang.
Oksigen sensor menghasilkan tegangan listrik yang bervariasi tergantung seberapa banyak oksigen yang terdapat pada gas buang. Tegangan listrik yang dihasilkan sangat kecil ( biasanya dibawah 1 volt ).
Jika campuran bahan bakar terlalu gemuk, tegangan yang dihasilkan oksigen sensor akan meningkat sampai 0.9 Volt.
Jika campuran bahan bakar terlalu kurus tegangan yang dihasilkan akan rendah sampai 0.1 Volt.
Oksigen sensor bekerja seperti switch yang secara konstan akan memberikan sinyal setiap ada perubahan campuran bahan bakar.
ECU akan menjaga campuran bahan bakar mendekati campuran ideal dengan melakukan kebalikan dari apa yang dilaporkan oleh oksigen sensor.
Jika oksigen sensor memberikan sinyal bahwa campuran bahan bakar terlalu gemuk, maka ECU akan memperpendek waktu kerja injektor untuk mengurangi jumlah bahan bakar yang disemprotkan, agar campuran menjadi lebih kurus.
Saat oksigen sensor mendeteksi bahwa campuran bahan bakar terlalu kurus ECU akan memperpanjang waktu kerja injektor untuk menambah jumlah bahan bakar yang disemprotkan.
Oksigen sensor berfungsi untuk memonitor campuran bahan bakar agar ECU dapat mengatur perbandingan bahan bakar dan udara pada tingkat yang seefisien mungkin dan emisi gas buang yang serendah mungkin.
Oksigen sensor melakukan hal tersebut dengan cara mendeteksi kandungan oksigen yang tidak terbakar pada gas buang.
Oksigen sensor menghasilkan tegangan listrik yang bervariasi tergantung seberapa banyak oksigen yang terdapat pada gas buang. Tegangan listrik yang dihasilkan sangat kecil ( biasanya dibawah 1 volt ).
Jika campuran bahan bakar terlalu gemuk, tegangan yang dihasilkan oksigen sensor akan meningkat sampai 0.9 Volt.
Jika campuran bahan bakar terlalu kurus tegangan yang dihasilkan akan rendah sampai 0.1 Volt.
Oksigen sensor bekerja seperti switch yang secara konstan akan memberikan sinyal setiap ada perubahan campuran bahan bakar.
ECU akan menjaga campuran bahan bakar mendekati campuran ideal dengan melakukan kebalikan dari apa yang dilaporkan oleh oksigen sensor.
Jika oksigen sensor memberikan sinyal bahwa campuran bahan bakar terlalu gemuk, maka ECU akan memperpendek waktu kerja injektor untuk mengurangi jumlah bahan bakar yang disemprotkan, agar campuran menjadi lebih kurus.
Saat oksigen sensor mendeteksi bahwa campuran bahan bakar terlalu kurus ECU akan memperpanjang waktu kerja injektor untuk menambah jumlah bahan bakar yang disemprotkan.
Pengaturan terus menerus seperti ini akan menjaga mesin bekerja dengan campuran bahan bakar mendekati campuran ideal.
Sistem kontrol seperti ini disebut Fuel Feed back control loop yang memungkinkan mobil – mobil modern saat ini menjaga emisi gas buang yang sangat rendah, oksigen sensor merupakan salah satu komponen vital pada sistem kontrol ini.
Selain pembacaan dari oksigen sensor, ECU juga menggunakan input dari sensor – sensor lainnya seperti coolant temperature sensor, manifold absolute pressure sensor dan air flow meter, throttle position sensor untuk mengatur perbandingan campuran bahan bakar dan udara sesuai dengan beban kerja mesin.
Namun oksigen sensor memberikan input utama yang menentukan, supaya ECU dapat mengatur perbandingan bahan bakar dan udara yang ideal. Jika oksigen sensor tidak dapat memberikan sinyal dengan benar maka hal itu akan mengacaukan kerja dari sistem kontrol tersebut.
Biasanya, oksigen sensor yang sudah dikatakan rusak akan memberikan pembacaan sinyal tegangan pada posisi rendah terus ( Campuran terlalu kurus ), yang kemudian direspon oleh ECU dengan menambahkan suplai bahan bakar sehingga akhirnya menyebabkan mesin akan bekerja dengan campuran kaya terus sehingga konsumsi bahan bakar akan lebih boros dan meningkatkan emisi gas buang, pembacaan oksigen sensor yang menunjukkan tegangan rendah terus menerus biasanya disebabkan oleh beberapa hal berikut ini : umur oksigen sensor sudah lama, koneksi wiring yang jelek atau masalah pada sistem pengapian dan kompresi mesin
Jika ada oli mesin yang ikut terbakar diruang bakar, atau terdapat kebocoran air pendingin pada ruang bakar maka akan dapat mengkontaminasi elemen sensor dari oksigen sensor yang akan menyebabkan oksigen sensor tidak dapat melakukan pembacaan dengan sempurna.
Kembali ke era dimana bensin dengan timbal masih digunakan, penggunaan bensin dengan timbal dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kerusakan pada oksigen sensor. Hal inilah alasan utama yang membuat pemerintah akhirnya melarang penggunaan bensin dengan timbal.
Karena oksigen sensor hanya bereaksi pada kandungan oksigen ( bukan bahan bakar ) pada gas buang, maka setiap masalah mesin yang menyebabkan oksigen yang tidak terbakar dapat mengalir ke exhaust, akan membuat oksigen sensor membaca campuran terlalu kurus.
Misfire pada busi, kebocoran pada katup buang, kebocoran pada gasket exhaust manifold akan menyebabkan kandungan oksigen di dalam exhaust akan terlalu banyak dan akan mengacaukan pembacaan oksigen sensor, hal ini memang tidak akan merusak oksigen sensor namun akan membuat mesin bekerja dengan campuran yang terlalu kaya yang akan menaikkan emisi gas buang dan konsumsi bahan bakar meningkat.
Sensor dengan pemanas ini biasanya menggunakan 3 atau 4 kabel. Jika ada sensor dengan 1 atau 2 kabel, berarti sensor itu tanpa pemanas.
Jika terjadi kerusakan pada sirkuit pemanas, hal tersebut tidak akan mempengaruhi kerja dari oksigen sensor karena oksigen sensor akan dipanaskan oleh gas buang, namun membutuhkan waktu sedikit lebih lama sampai ECU dapat masuk ke mode closed loop yang dapat mengakibatkan kendaraan gagal dalam uji emisi.
Jika dicurigai kerusakan terjadi pada oksigen sensor, maka dapat diperiksa tegangan dan respose yang dikeluarkan oleh oksigen sensor menggunakan scantool, Volt meter atau oscilloscope.
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa oksigen sensor mati atau responnya lambat maka mengganti oksigen sensor merupakan satu – satunya pilihan.
Pembersihan atau peremajaan oksigen sensor tidak akan mengatasi masalah tersebut.
Penggunaan oksigen sensor yang tidak sama dapat mempengaruhi kerja mesin dan merusak sirkuit kontrol pemanas yang terdapat di dalam ECU. Jadi pastikan oksigen sensor yang digunakan sesuai dengan rekomendasi pabrikan.
Jangan hanya memperhatikan tampilan luar oksigen sensor. Beberapa oksigen sensor pengganti mempunyai wiring konektor yang sama dengan pabrikan, sehingga tidak memerlukan perubahan atau modifikasi pada saat pemasangan.
Sedangkan beberapa tipe oksigen sensor lainnya, khususnya universal oksigen sensor membutuhkan perubahan kabel sensornya, agar sesuai dengan konektor original pada kendaraan.
Rekomendasi yang dianjurkan untuk interval penggantian oksigen sensor tipe unheated yang menggunakan 1 atau 2 kabel produksi tahun 1976 sampai akhir 90-an sekitar 50.000 sampai 80.000 km.
Sedangkan oksigen sensor dengan pemanas yang menggunakan 3 atau 4 kabel keluaran tahun 1980 – pertengahan 90-an dianjurkan diganti secara berkala setiap 100.000 km. untuk kendaraan terbaru yang sudah menggunakan OBD II dianjurkan untuk diganti setiap 160.000 km.
Oksigen sensor zirconia tanpa pemanas merupakan sensor yang pertama kali digunakan, sensor ini hanya mempunyai 1 atau 2 kabel dan butuh waktu yang lama sebelum sensor ini bisa menghasilkan tegangan listrik karena sensor ini hanya bergantung panas dari gas buang untuk mencapai temperatur kerjanya sekitar 300 0 c.
Konsekuensinya oksigen sensor tanpa pemanas ini akan kembali dingin pada saat idle dan akan berhenti bekerja menghasilkan tegangan listrik sehingga ECU akan kembali bekerja pada mode open loop dan tidak ada kontrol pengaturan campuran bahan bakar.
Pada tahun 1982 diperkenalkan oksigen sensor zirconia dengan pemanas yang mempunyai elemen pemanas sendiri di dalam sensor, sehingga temperatur kerja akan tercapai lebih cepat ( 30 sampai 60 detik ), hal ini akan mengakibatkan ECU dapat masuk kedalam mode closed loop lebih cepat, yang akan mengurangi emisi gas buang pada saat start posisi dingin.
Elemen pemanas ini juga berfungsi untuk mencegah sensor kembali dingin pada saat idle. Elemen pemanas membutuhkan sirkuit kelistrikan yang terpisah untuk menyuplai tegangan listrik ke elemen pemanasnya, sehingga sensor ini biasanya mempunyai 3 sampai 4 kabel.
Oksigen sensor tipe Titania mempunyai elemen sensor yang bebeda, dan menghasilkan sinyal yang berbeda pula dari oksigen sensor tipe zirconia. Sensor ini tidak menghasilkan teganga listrik yang berubah – rubah sesuai dengan campuran bahan bakar, namun oksigen sensor tipe titania ini bekerja dengan merubah tahanan dari rendah ( sekitar 1000 ohm ) saat campura bahan bakar gemuk, dan tinggi ( sekitar 2000 ohm ) saat campuran bahan bakar kurus.
Switching poinnya berlangsung tepat pada nilai campuran ideal 14.7 : 1. ECU menyuplai tegangan referensi ( sekitar 1 sampai 5 volt, tergantung aplikasinya ) , dan kemudian ECU akan membaca tegangan kembali ( voltage drop ) sesuai dengan perubahan nilai tahanan sensor.
Oksigen sensor tipe titania hanya diaplikasikan pada sedikit kendaraan, diantaranya Nissan yang diproduksi antara tahun 80-an sampai akhir 90-an, Jeep cherokee produksi 1987 – 1990 dan Wrangler.
Pada tahun 1997 , beberapa pabrikan otomotif mulai menggunakan oksigen sensor tipe yang baru, yaitu Heated planar O2 sensor yang mempunyai elemen ceramic zirconia dengan bentuk flat, bukan berbentuk thimble seperti tipe yang awal.
Elektroda sensor, conductive layer ceramic, insulation dan heater di susun berlapis – lapis dan disatukan sebagai single strip. Oksigen sensor dengan desain yang baru ini mempunyai prinsip kerja yang sama dengan tipe sebelumnya, namun kontruksinya lebih kecil, ringan dan lebih tahan terhadap kontaminasi.
Elemen sensornya juga membutuhkan tegangan listrik yang lebih rendah dan proses pemanasannya berlangsung lebih cepat sekitar 10 detik.
Beberapa mobil terbaru juga menggunakan Wide band 02 sensor yang mempunyai desain yang sama dengan planar sensor , namun sensor ini menghasilkan tegangan listrik yang lebih besar sesuai dengan perubahan campuran bahan bakar ( bukan switching maju dan mundur seperti tipe oksigen sensor yang lain ).
Hal ini memungkinkan ECU dapat menggunakan seluruh strategi operasi yang berbeda – beda untuk mengatur perbandingan bahan bakar dan udara. Pada tipe sensor ini ECU tidak mengatur perbandingan bahan bakar dan udara dengan cara maju dan mundur untuk menghasilkan rata -rata campuran yang seimbang.
Namun ECU secara sederhana akan menambahkan atau mengurangi bahan bakar sesuai dengan keperluan untuk menjaga rasio campuran bahan bakar selalu tetap pada angka 14.7 :1.
Sistem kontrol seperti ini disebut Fuel Feed back control loop yang memungkinkan mobil – mobil modern saat ini menjaga emisi gas buang yang sangat rendah, oksigen sensor merupakan salah satu komponen vital pada sistem kontrol ini.
Selain pembacaan dari oksigen sensor, ECU juga menggunakan input dari sensor – sensor lainnya seperti coolant temperature sensor, manifold absolute pressure sensor dan air flow meter, throttle position sensor untuk mengatur perbandingan campuran bahan bakar dan udara sesuai dengan beban kerja mesin.
Namun oksigen sensor memberikan input utama yang menentukan, supaya ECU dapat mengatur perbandingan bahan bakar dan udara yang ideal. Jika oksigen sensor tidak dapat memberikan sinyal dengan benar maka hal itu akan mengacaukan kerja dari sistem kontrol tersebut.
Biasanya, oksigen sensor yang sudah dikatakan rusak akan memberikan pembacaan sinyal tegangan pada posisi rendah terus ( Campuran terlalu kurus ), yang kemudian direspon oleh ECU dengan menambahkan suplai bahan bakar sehingga akhirnya menyebabkan mesin akan bekerja dengan campuran kaya terus sehingga konsumsi bahan bakar akan lebih boros dan meningkatkan emisi gas buang, pembacaan oksigen sensor yang menunjukkan tegangan rendah terus menerus biasanya disebabkan oleh beberapa hal berikut ini : umur oksigen sensor sudah lama, koneksi wiring yang jelek atau masalah pada sistem pengapian dan kompresi mesin
Oksigen sensor yang sudah lama.
Saat oksigen sensor sudah lama dipakai, maka responnya akan sangat lambat dibandingkan saat masih baru. Umur oksigen sensor yang sudah panjang akan membuat kerja oksigen sensor melambat sehingga mencegah mesin bekerja dengan campuran udara dan bahan bakar yang ideal.Jika ada oli mesin yang ikut terbakar diruang bakar, atau terdapat kebocoran air pendingin pada ruang bakar maka akan dapat mengkontaminasi elemen sensor dari oksigen sensor yang akan menyebabkan oksigen sensor tidak dapat melakukan pembacaan dengan sempurna.
Kembali ke era dimana bensin dengan timbal masih digunakan, penggunaan bensin dengan timbal dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kerusakan pada oksigen sensor. Hal inilah alasan utama yang membuat pemerintah akhirnya melarang penggunaan bensin dengan timbal.
Karena oksigen sensor hanya bereaksi pada kandungan oksigen ( bukan bahan bakar ) pada gas buang, maka setiap masalah mesin yang menyebabkan oksigen yang tidak terbakar dapat mengalir ke exhaust, akan membuat oksigen sensor membaca campuran terlalu kurus.
Misfire pada busi, kebocoran pada katup buang, kebocoran pada gasket exhaust manifold akan menyebabkan kandungan oksigen di dalam exhaust akan terlalu banyak dan akan mengacaukan pembacaan oksigen sensor, hal ini memang tidak akan merusak oksigen sensor namun akan membuat mesin bekerja dengan campuran yang terlalu kaya yang akan menaikkan emisi gas buang dan konsumsi bahan bakar meningkat.
Oksigen sensor harus bekerja pada temperatur panas
Satu hal lagi yang perlu diketahui bahwa oksigen sensor harus mencapai temperatur yang cukup panas sekitar 300 O C agar dapat menghasilkan tegangan listrik. Agar mencapai panas tersebut oksigen sensor membutuhkan waktu beberapa menit sampai mesin memanaskan ekshaust, sehingga oksigen sensor pada mobil terbaru dilengkapi dengan electrical heater circuit agar oksigen sensor dapat mencapai temperatur kerja secepat mungkin.Sensor dengan pemanas ini biasanya menggunakan 3 atau 4 kabel. Jika ada sensor dengan 1 atau 2 kabel, berarti sensor itu tanpa pemanas.
Jika terjadi kerusakan pada sirkuit pemanas, hal tersebut tidak akan mempengaruhi kerja dari oksigen sensor karena oksigen sensor akan dipanaskan oleh gas buang, namun membutuhkan waktu sedikit lebih lama sampai ECU dapat masuk ke mode closed loop yang dapat mengakibatkan kendaraan gagal dalam uji emisi.
Melakukan pemeriksaan oksigen sensor
Pemeriksaan oksigen sensor dapat dilakukan dengan beberapa cara yang membutuhkan beberapa peralatan khusus. Kita membutuhkan scan tool atau code reader untuk megeluarkan kode DTC untuk kendaraan tahun 1996 keatas, untuk kendaraan dibawah tahun 1996 masih disediakan pemeriksaan kode DTC secara manual menggunakan kedipan lampu check engine atau lampu Led.Jika dicurigai kerusakan terjadi pada oksigen sensor, maka dapat diperiksa tegangan dan respose yang dikeluarkan oleh oksigen sensor menggunakan scantool, Volt meter atau oscilloscope.
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa oksigen sensor mati atau responnya lambat maka mengganti oksigen sensor merupakan satu – satunya pilihan.
Pembersihan atau peremajaan oksigen sensor tidak akan mengatasi masalah tersebut.
Note:
Saat mengganti oksigen sensor harus dipastikan bahwa komponennya mempunyai tipe yang sama dengan aslinya ( heated atau unheated ), kemampuan kerja dan nilai tahanan pemanasnya juga harus sama.
Penggunaan oksigen sensor yang tidak sama dapat mempengaruhi kerja mesin dan merusak sirkuit kontrol pemanas yang terdapat di dalam ECU. Jadi pastikan oksigen sensor yang digunakan sesuai dengan rekomendasi pabrikan.
Jangan hanya memperhatikan tampilan luar oksigen sensor. Beberapa oksigen sensor pengganti mempunyai wiring konektor yang sama dengan pabrikan, sehingga tidak memerlukan perubahan atau modifikasi pada saat pemasangan.
Sedangkan beberapa tipe oksigen sensor lainnya, khususnya universal oksigen sensor membutuhkan perubahan kabel sensornya, agar sesuai dengan konektor original pada kendaraan.
Kapan oksigen sensor perlu diganti ??
Untuk menjaga performa maksimal dari oksigen sensor, maka sangat disarankan penggantian dilakukan sebelum oksigen sensor benar – benar rusak. Beberapa ahli atau pabrikan menganjurkan oksigen sensor diganti secara berkala pada kilo meter tertentu sebagai bagian langkah perawatan berkala.Rekomendasi yang dianjurkan untuk interval penggantian oksigen sensor tipe unheated yang menggunakan 1 atau 2 kabel produksi tahun 1976 sampai akhir 90-an sekitar 50.000 sampai 80.000 km.
Sedangkan oksigen sensor dengan pemanas yang menggunakan 3 atau 4 kabel keluaran tahun 1980 – pertengahan 90-an dianjurkan diganti secara berkala setiap 100.000 km. untuk kendaraan terbaru yang sudah menggunakan OBD II dianjurkan untuk diganti setiap 160.000 km.
Ketahui tipe oksigen sensor yang digunakan
Oksigen sensor yang paling umum digunakan adalah tipe zirconia, namun selain tipe tersebut ada juga oksigen sensor titania dan Wide band oksigen sensor.Oksigen sensor zirconia tanpa pemanas merupakan sensor yang pertama kali digunakan, sensor ini hanya mempunyai 1 atau 2 kabel dan butuh waktu yang lama sebelum sensor ini bisa menghasilkan tegangan listrik karena sensor ini hanya bergantung panas dari gas buang untuk mencapai temperatur kerjanya sekitar 300 0 c.
Konsekuensinya oksigen sensor tanpa pemanas ini akan kembali dingin pada saat idle dan akan berhenti bekerja menghasilkan tegangan listrik sehingga ECU akan kembali bekerja pada mode open loop dan tidak ada kontrol pengaturan campuran bahan bakar.
Pada tahun 1982 diperkenalkan oksigen sensor zirconia dengan pemanas yang mempunyai elemen pemanas sendiri di dalam sensor, sehingga temperatur kerja akan tercapai lebih cepat ( 30 sampai 60 detik ), hal ini akan mengakibatkan ECU dapat masuk kedalam mode closed loop lebih cepat, yang akan mengurangi emisi gas buang pada saat start posisi dingin.
Elemen pemanas ini juga berfungsi untuk mencegah sensor kembali dingin pada saat idle. Elemen pemanas membutuhkan sirkuit kelistrikan yang terpisah untuk menyuplai tegangan listrik ke elemen pemanasnya, sehingga sensor ini biasanya mempunyai 3 sampai 4 kabel.
Oksigen sensor tipe Titania mempunyai elemen sensor yang bebeda, dan menghasilkan sinyal yang berbeda pula dari oksigen sensor tipe zirconia. Sensor ini tidak menghasilkan teganga listrik yang berubah – rubah sesuai dengan campuran bahan bakar, namun oksigen sensor tipe titania ini bekerja dengan merubah tahanan dari rendah ( sekitar 1000 ohm ) saat campura bahan bakar gemuk, dan tinggi ( sekitar 2000 ohm ) saat campuran bahan bakar kurus.
Switching poinnya berlangsung tepat pada nilai campuran ideal 14.7 : 1. ECU menyuplai tegangan referensi ( sekitar 1 sampai 5 volt, tergantung aplikasinya ) , dan kemudian ECU akan membaca tegangan kembali ( voltage drop ) sesuai dengan perubahan nilai tahanan sensor.
Oksigen sensor tipe titania hanya diaplikasikan pada sedikit kendaraan, diantaranya Nissan yang diproduksi antara tahun 80-an sampai akhir 90-an, Jeep cherokee produksi 1987 – 1990 dan Wrangler.
Pada tahun 1997 , beberapa pabrikan otomotif mulai menggunakan oksigen sensor tipe yang baru, yaitu Heated planar O2 sensor yang mempunyai elemen ceramic zirconia dengan bentuk flat, bukan berbentuk thimble seperti tipe yang awal.
Elektroda sensor, conductive layer ceramic, insulation dan heater di susun berlapis – lapis dan disatukan sebagai single strip. Oksigen sensor dengan desain yang baru ini mempunyai prinsip kerja yang sama dengan tipe sebelumnya, namun kontruksinya lebih kecil, ringan dan lebih tahan terhadap kontaminasi.
Elemen sensornya juga membutuhkan tegangan listrik yang lebih rendah dan proses pemanasannya berlangsung lebih cepat sekitar 10 detik.
Beberapa mobil terbaru juga menggunakan Wide band 02 sensor yang mempunyai desain yang sama dengan planar sensor , namun sensor ini menghasilkan tegangan listrik yang lebih besar sesuai dengan perubahan campuran bahan bakar ( bukan switching maju dan mundur seperti tipe oksigen sensor yang lain ).
Hal ini memungkinkan ECU dapat menggunakan seluruh strategi operasi yang berbeda – beda untuk mengatur perbandingan bahan bakar dan udara. Pada tipe sensor ini ECU tidak mengatur perbandingan bahan bakar dan udara dengan cara maju dan mundur untuk menghasilkan rata -rata campuran yang seimbang.
Namun ECU secara sederhana akan menambahkan atau mengurangi bahan bakar sesuai dengan keperluan untuk menjaga rasio campuran bahan bakar selalu tetap pada angka 14.7 :1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar